Sunday, July 26, 2009

My Little Brother


My Little Brother



Aq dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aq mempunyai seorang adik, 3 tahun lebih muda dariku yang mencintaiku lebih daripada aq mencintainya.

Suatu ketika untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, aq mencuri 50 sen dari laci ayahku, ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aq berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu ditangannya.."siapa yang mencuri uang itu ?" beliau bertanya. Aq terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapapun mengaku, jadi beliau mengatakan, "baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!"

Beliau mengangkat tongkat bambu itu tinggi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkram tangannya dan berkata, "ayah, aq yang melakukannya!"

Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah sangat marahnya sehingga ia terus mencambukinya sampai beliau kehabisan napas. Sesudahnya, beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, "kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apalagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang ? kamu layak dipukul sampai mati! kamu pencuri tidak tau malu!"

Malam itu, ibu dan aq memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetespun. Di pertengahan malam itu, aq tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, "kak, jangan menangis lagi sekarang, semuanya sudah terjadi"

Aq masih selalu membenci diriku karna tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aq tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun, aq berusia 11 tahun

Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, aq diterima untuk masuk ke universitas provinsi. Malam itu, ayah menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Aq mendengarnya memberengut, "kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik", ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela napas,"hasil yang begitu baik ? apa gunanya ? bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus ?"

Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata,"ayah, aq tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku."

Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya,"mengapa kamu mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya ? bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesa!"

Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aq menjulurkan tanganku selembut yang aq bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata,"seorang anak laki2 harus meneruskan sekolahnya. Kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini." Aq sebaliknya telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas.

Siapa sangka keesokan harinya sebelum subuh datang adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian yang lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering, dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas diatas bantalku."kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Aq akan mengirimu uang."

Aq memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu adikku berusia 17 tahun, aq 20.

Dengan uang ayahku pinjam di seluruh dusun dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aq akhirnya sampai ke tahun ke3. Suatu hari, aq sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, "ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana!"

Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku ? Aq berjalan keluar dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aq menanyakannya, "mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku ?"

Dia menjawab, tersenyum, "lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tau aq adalah adikmu ? Apa mereka tidak akan menertawakanmu ?"

Aq merasa terenyuh dan air mata memenuhi mataku. Aq menyapu debu2 dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, "aq tidak perduli omongan siapapun! km adalah adikku apapun juga! km adalah adikku bagaimanapun penampilanmu."

Dari sakunya, dia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Dia memakaikannya kepadaku dan terus menjelaskan, "aq melihat semua gadis kota memakainya. Jadi aq pikir kamu juga harus memiliki satu." Aq tidak dapat menahan diri lebih lama lagi, aq menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu ia berusia 20, aq 23.

Kali pertama aq membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti dan kelihatannya bersih dimana-mana. Setelah pacarku pulang, aq menari seperti gadis kecil di depan ibuku, "ibu tdak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!". Tetapi katanya, sambil tersenyum, "itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya ? ia terluka ketika memasangkan kaca jendela baru itu."

Aq masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, 100 jarum terasa menusukku, aq mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan membalut lukanya,"apakah itu sakit ?" Aq menanyakannya."Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika aq bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan.." Di tengah kalimat itu ia berhenti. Aq membalikkan tubuhku memunggunginya dan air mata mengalir deras turun ke wajahku. Tahun itu adikku 23 tahun, aq berusia 26 tahun.

Ketika aq menikah, aq tinggal di kota. Banyak kali suamiku dan aq mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan, "Kak, jagalah mertuamu saja. Aq akan menjaga ibu dan ayah disini."

Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manager pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi.

Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik dan masuk rumah sakit. Suamiku dan aq pergi menjenguknya. Melihat gips putih di kakinya, aq menggerutu, "Mengapa kamu menolak menjadi manager ? Manager tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya ?"

Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya, "Pikirkan kakak ipar, ia baru saja jadi direktur dan aq hampir tidak berpendidikan. Jika aq menjadi manager seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan ?"

Mata suamiku dipenuhi air mata dan kemudian keluar kata-kata ku yang sepatah-sepatah, "tapi kamu kurang pendidikan juga karena aq!" Adikku berkata, "mengapa membicarakan masa lalu ?" adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 tahun dan aq 29 tahun

Adikku kemudian berusia 30 tahun ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, "siapa yang paling kamu hormati dan kasihi ?" tanpa bahkan berpikir ia menjawab, "kakakku".

Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat, "ketika aq pergi sekolah SD, yang berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan aq berjalan selama 2 jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, aq kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya. Sejak hari itu, aq bersumpah, selama aq masih hidup, aq akan menjaga kakakku dan baik kepadanya."

Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku. Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar dari bibirku, "dalam hidupku, orang yang paling aq berterima kasih adalah adikku." dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di hadapan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.

(dari "I cried for my brother six times - Swaramer)

Credited : Kevin Renaldi

1 comment:

May said...

huwaaaa...kus!!! Gw sampe banjir baca bagian trakirnya! Padahal pas baca bagian awal mpe tengahnya, biasa aja. Tapi bagian akhirnya..ngingetin saya ama si koko sayaaa..huwaaa... *banjir tak terkendali*